Jumat, 23 Januari 2009

Mengapa Niat Belum Terwujud Sudah Diberi Pahala ?

Hati Untuk Menilai Suatu Persoalan

Hati adalah kekuatan bawah sadar manusia untuk memengerti, memahami dan menilai segala persoalan, berdasarkan pedoman nilai-nilai kebaikan fitrah. Bila hati bersih maka manusia mampu secara jernih menggunakan potensi fitrah untuk memahami, mengerti dan menilai sesuatu, bahkan bisa melakukannya secara lebih mudah, lebih cepat dan lebih baik dibanding akal. Rasulullah SAW menjelaskan hal ini dalam salah satu sabdanya, “Ingatlah, dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, bila ia baik akan baiklah seluruh tubuh itu, bila ia rusak maka akan rusak pula tubuh itu seluruhnya. Segumpal daging itu adalah hati (qalbu).“ (HR Bukhari – Muslim).

Hati Sebagai Hakim Yang Memutuskan Persoalan

Akal dan nafsu akan selalu ‘bertarung’ berebut pengaruh terhadap hati. Nafsu ingin mewujudkan segala keinginannya, sedang akal mempertimbangkannya. Hati yang memutuskan mana yang ingin diterimanya sesuai dengan kemampuan hati menangkap kedua kekuatan ini. Hanya hati yang bersih yang bisa memutuskan perkara secara jernih. Godaan setan melalui jalur akal dan jalur nafsu manusia dapat menyebabkan (hati) manusia salah dalam memutuskan suatu persoalan. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits qudsi, dimana Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim).

Persoalan Yang Sudah Diputuskan Hati Akan Menjadi Suatu Niat (Motivasi)

Niat adalah ketetapan hati, keputusan hati untuk memilih suatu rencana tindakan. Niat merupakan suatu keputusan bertindak yang tertanam dalam hati manusia. Ketika niat sudah tertanam kuat maka kegagalan ibarat hanya tindakan yang tertunda. Keputusan hati inilah yang akan membuat manusia bertindak. Sabda Rasulullah SAW : “Iman adalah apa yang terhujam dalam hati, dinyatakan oleh lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan”

Niat Baik Yang Gagal Terwujud

Ketika hati memutuskan untuk memilih suatu kebaikan (niat baik), sebenarnya manusia sudah berhasil memenangkan suatu ‘pertarungan’ dalam hatinya. Pantaslah kalau Allah SWT sudah memberi ‘piala’ dalam bentuk sebuah pahala untuk suatu niat baik walau belum terwujud dalam bentuk tindakan, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Jika hamba-Ku berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan, maka Aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya walau ia belum mengerjakannya, dan jika ia mengerjakannya maka Aku menulisnya dengan sepuluh pahala kebaikan yang serupa dengannya” (HR Muslim)

Niat Buruk Yang Gagal Terwujud

Ketika hati memutuskan untuk memilih suatu keburukan (niat buruk) sungguh Allah SWT Maha Pemaaf sepanjang perbuatan itu belum terwujud, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘ . . . Dan, jika hamba-Ku berniat hendak berbuat satu keburukan maka Aku mengampuninya selagi itu belum terjadi, dan jika dikerjakannya maka Aku menulisnya satu dosa yang serupa dengannya. Dan, jika ia tidak jadi mewujudkan niat buruknya, maka aku menulisnya satu pahala kebaikan baginya sepanjang ia meninggalkannya karena Aku” (HR Muslim)

Dan jika niat buruk tersebut tidak jadi diwujudkan, berarti hati telah berhasil memenangkan kembali ‘pertarungan’ antara nafsu dan akal. Karenanya kemudian Allah SWT menghadiahkan sebuah ‘piala kemenangan’ dalam bentuk pahala, sepanjang kita membatalkannya karena Allah. Namun tidak termasuk dalam kategori ini bila batalnya perwujudan niat buruk tersebut karena alasan selain Allah. Orang yang batal berzina karena mobilnya mogok di jalan berarti telah mengantongi sebuah dosa, sedang orang yang membatalkan zina karena tersadar lalu takut pada Allah justru diberi sebuah pahala.
Inilah salah satu bukti keadilan Allah SWT dalam mengarahkan manusia menuju kebaikan. Hanya kita yang sering kurang memiliki kemauan dan ketelitian untuk merenunginya.

Wallahu ‘alam bish shawab


Sumber : H. Muhsinin Fauzi Lc. MM (Pusat Bimbingan & Konsultasi Islam FORMULA HATI)

Cantik Lahir Batin

Senantiasa tampil cantik dan menawan adalah dambaan setiap insan. Berbagai perawatan dilakukan demi meraih penampilan yang diinginkan. Dari metode tradisional hingga terapi yang paling mutakhir, banyak tersedia untuk mewujudkan impian tersebut. Aktivitas ini tidak hanya dilakukan kaum Hawa. Kaum Adam memiliki kecenderungan yang sama. Fenomena pria metroseksual adalah satu bukti.

Mengejar penampilan jasmani tidak disalahkan dalam agama. Selain merupakan fitrah yang manusiawi, Allah SWT pun menyenangi hambanya yang memerhatikan penampilan karena Ia Mahaindah dan mencintai keindahan.

Hanya saja, penampilan fisik ini bukanlah segala-galanya. Kecantikan fisik bisa memudar seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Maka, ada satu hal yang akan menjaga nilai kecantikan ini agar tidak pernah sirna, yaitu menghidupkan kecantikan rohani yang bersumber dari relung kesalehan hati.

Kecantikan rohani ini akan memancar jika pemiliknya mampu menjaga kebersihan hati dan menghilangkan penyakit-penyakitnya. Betapa besarnya peran dan fungsi hati dalam membentuk kepribadian. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW berujar, ''Ketahuilah di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh perbuatannya. Dan, apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh perbuatannya. Ketahuilah itu adalah hati.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan adalah buah akhlak yang dikendalikan oleh hati. Ketika seorang Muslim memahami hakikat hidup di dunia, hatinya akan segera bertindak untuk mempercantik diri dengan akhlak mulia sesuai tuntunan Rasulullah serta mencampakkan tindakan tercela berupa syirik, iri, dengki, dan takabur.

Untuk menghadirkan kecantikan rohani, kaum Muslim tidak perlu merogoh uang saku yang banyak untuk perawatan. Hanya perlu memperbanyak amal saleh dan menjauhi segala bentuk perbuatan maksiat dan menggantinya dengan dzikir pada Allah SWT.

Suatu ketika Ibnu Abbas mengatakan, ''Sesungguhnya amal kebaikan itu akan memancarkan cahaya dalam hati, membersitkan sinar pada wajah, kekuatan pada tubuh, kelimpahan dalam rezeki, dan menumbuhkan rasa cinta di hati manusia kepadanya.''

Apabila kita telah tersadar untuk mempercantik diri secara lahiriah dengan busana dan perawatan tubuh yang sesuai dengan aturan Allah SWT, mari kita sempurnakan dengan mempercantik mata hati kita agar lebih dicintai Allah SWT dan seluruh makhluknya.



(Agus Taufik Rahman )
Republika